Type something and hit enter

Posted by On

Sejarah Novel Indonesia dan Perkembangannya - Dalam sejarah sastra Indonesia, novel merupakan salah satu genre sastra yang tumbuh sejak awal kelahiran sastra Indonesia. Dengan mengacu pada pendapat Umar Junus, novel dibedakan dengan hikayat.


Dalam hal ini Junus menyebut novel sebagai karya yang menandai kelahiran sastra Indonesia modern, sementara hikayat merupakan karya sastra klasik (sastra lama).


Terbitnya novel Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis karya Merari Siregar (1921) dan Siti Nurbaya karya Marah Rusli (1922) oleh Junus dianggap sebagai titik awal kelahiran novel Indonesia modern.


Alasan yang dikemukakan Junus untuk mendukung novel sebagai penanda sastra Indonesia modern adalah bahwa,

  • Penulisnya tidak lagi mencantumkan kata hikayat dalam judul karyanya. 
  • Kedua novel tersebut merupakan karya pengarang, bukan hasil terjemahan, seperti dalam tradisi sastra Melayu.
  • Kedua novel tersebut terlepas dari pretensi sejarah yang menjadi ciri khas sastra lama, termasuk hikayat. Kedua novel merupakan karya yang ditulis berdasarkan imajinasi.
  • Cerita dalam kedua novel tersebut tidak lagi berkisah kehidupan istana, yang menjadi salah satu ciri sastra lama, tetapi tentang orang biasa dan dunia khayal.


Sejarah Perkembangan Novel

Sejarah perkembangan novel Indonesia

Sejarah novel singkat di dunia berawal dari munculnya novel-novel Melayu Cina sekitar tahun 1885. Novel melayu pertama ditulis oleh Lie Kim Hok yang berjudul Sobat Anak-Anak dalam bahasa Melayu Cina.


Tahun 1890, terbit pula roman-roman Lie Kim Hok yang berjudul Tjit Liap Seng, Grap de Monte Christo; F. Wiggers dengan Nyai Isa; dan H.F.R Kommer dengan Nona Leonie.


Novel masuk ke Indonesia yaitu novel-novel Melayu-Cina mencapai puncak ketenarannya setelah tahun 1925 dengan terbitnya seri bulanan. Penerbitan roman seri bulanan berkembang pesat di Sumatra, khususnya wilayah Medan.


Salah satu novel populer yang berkembang di Medan adalah novel bergenre cerita detektif dengan penulisnya yang terkenal Jusuf Souyb (serial Elang Emas) dan Matu Mona (Pacar Merah).


Di Surabaya penulisan novel detektif dilanjutkan oleh Grandy's cs lewat majalah Terang Bulan. Namun, di samping cerita detektif, cerita silat juga digemari pada pertengahan tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an.


Cerita-cerita silat yang banyak bernuansakan Cina itu sekaligus juga menghentikan orientasi novel populer terhadap kultur Barat.


Perjalanan novel mengalami kemunduran selama pendudukan Jepang dan masa revolusi. Hingga akhirnya, situasi kemandekan novel populer berhenti dengan munculnya novel-novel Motinggo Busye pada tahun 1967.


Novel yang banyak mengisahkan tentang kehidupan golongan menengah ke atas dan golongan elite di Jakarta.


Motinggo Busye yang oleh Teeuw disebut sebagai 'sang gembong tanpa mahkota' dan D. Suradji, adalah beberapa pengarang novel populer yang terkenal pada masa itu.


Perkembangan Novel dari Tahun 1970


Pada tahun 1967 - 1970, mulai berkembang novel-novel saku yang mengepigoni novel Motinggo Busye.


Sekitar tahun 1972, sebuah gebrakan baru muncul dalam sejarah kesusasteraan Indonesia, khususnya dalam genre novel populer.


Pada tahun-tahun itu muncul novel Marga T berjudul Karmila (1973) yang awalnya dimuat sebagai cerita bersambung di Harian Kompas.


Memang ada hubungannya antara dunia media massa khususnya surat kabar dan majalah dengan novel populer, mengingat banyaknya novel populer yang awalnya terbit sebagai cerita bersambung dalam surat kabar.


Novel Marga T yang lain Badai Pasti Berlalu (1974) dan Gema Sebuah Hati (1976). Selain itu ada pula Ashadi Siregar dengan novel-novelnya tentang dunia mahasiswa seperti Cintaku di  Kampus Biru (1974), Kugapai Cintamu (1974), dan Terminal Cinta Terakhir (1975).


Marga T bersama Ashadi Siregar telah membuka babak baru dalam penulisan novel populer di Indonesia, baik dalam hal bentuk maupun isi.


Novel-novel bertema kisah cinta pada masa itu cenderung dangkal, pendek, mengeneralisasi, dan menonjolkan unsur pornografis.


Sementara itu novel-novel Marga T dan Ashadi Siregar sudah lebih utuh dan cukup panjang sebagai novel, menggunakan bahasa yang baik, serta digarap dengan pandangan lebih terpelajar.


Baca juga: Materi Bindo Roman


Perkembangan Novel dari masa ke masa


Pada pertengahan abad ke-19, Abdullah bin Abdulkadir Munsyi telah meletakkan dasar-dasar penulisan prosa dengan teknik bercerita yang disandarkan pada pengumpulan data historis yang bertumpu pada lawatan-lawatan biografis.


Akan tetapi, karya prosa yang diakui menjadi karya pertama yang memenuhi unsur-unsur novel modern baru muncul di awal abad ke-20.


Novel yang dimaksud adalah novel karya Mas Marco Kartodikromo dan Merari Siregar. Sementara itu tahun 1920 dianggap sebagai tahun lahirnya kesusasteraan nasional dengan ditandai lahirnya novel Azab dan Sengsara.


Pada awal abad ke-20, banyak novel yang memiliki unsur wama lokal antara lain Salah Asuhan, Siti Nurbaya, Sengsara Membawa Nikmat, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Kalau Tak Untung, Harimau! Harimau!, Pergolakan, dan masih banyak lainnya.


Sementara itu, Novel Belenggu karya Armjn Pane, hingga saat ini lazim dikatakan sebagai tonggak munculnya novel modern di Indonesia.


Di awal tahun 2000, muncul jenis novel dikatakan sebagai chicklit, teenlit, dan metropop. Ketiga jenis tersebut sempat dianggap karya yang tidak layak disejajarkan dengan karya sastra pendahulu mereka oleh kelompok-kelompok tertentu.


Di antara karya-karya tersebut yang tergolong best seller, antara lain Cinta puccino karya Icha Rahmanti, Eiffel I'm In Love karya Rahma Arunita, Jomblo karya Aditya Mulya, dan lain sebagainya.


Akan tetapi, walau bagaimana pun juga, setiap karya sastra mewakili zaman tertentu. Begitu juga dengan karya-karya tersebut yang kini berdampingan kemunculannya bersama Supernova karya Dee, Dadaisme karya Dewi, Sartika, Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, 5 cm karya Donny Dhirgantoro dan novel-novel terbaru lainnya.


Sebelum Balai Pustaka


Bagaimana perkembangan novel Indonesia sebelum Balai Pustaka? Sebelum berdirinya Balai Pustaka, tahun 1917. Sejauh kepustakaan terbukti belum pernah ada ahli atau pengamat kesusastraan Indonesia yang berusaha mengungkap khazanah kesusastraan sebelum Balai Pustaka berdiri.


Walaupun ada, rata-rata terbatas pada topik-topik yang sangat spesifik. Penelitian yang lebih memadai pernah dilakukan oleh:

  1. Claudine Salmon berjudul Literature in Malay bz the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography (1981) 
  2. Joe Lan dengan bukunya Sastra Indonesia-Tionghoa 
  3. John B. Kwee dengan disertasinya berjudul Chinese Malay Literature of The Peranakan Chinese in Indonesia 1880-1942 (1977).


Ketiga peneliti tersebut jelas mengkhususkan pembicaraannya seputar kesusastraan yang ditulis oleh pengarang peranakan Cina.


Peneliti lain yang pernah mencoba menunjukkan khazanah kesusastraan Indonesia dari sisi lain hampir belum pernah ada, dan masih sangat sedikit. 


Dari yang sedikit ini, tampak hanya Pramoedya Ananta Toer yang cukup menarik perhatian, khususnya dalam mengungkap khazanah novel sebelum Balai Pustaka yang ditulis oleh pribumi atau peranakan Eropa.


12 buku Pramoedya yang masing-masing berjudul Tempoe Doeloe dan Sang Pemula, menunjukkan perhatiannya itu.


Dalam hubungan ini perlu dijelaskan sedikit bahwa sebenarnya ada beberapa ahli yang mempunyai cukup perhatian mengenai khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka yang melihat tidak hanya sesisi saja.


Sayang sekali, para ahli tersebut agaknya belum melakukan penelitian yang lebih mendalam, sehingga mereka pada  umumnya hanya dapat menuliskannya dalam bentuk artikel-artikel kecil di sebuah majalah.


Di antara para ahli yang sedemikian itu, dapat disebutkan disini misalnya:

  1. C.W. Watson dalam "Some Preliminary Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature".
  2. W.Q. Sykorsky dalam "Some Additional Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature".
  3. Beberapa tulisan Jakob Sumardjo yang tersebar di berbagai penerbitan.


Penelitian ini setidaknya melengkapi atau ingin mengungkap khazanah kesusastraan Indoensia sebelum Balai Pustaka itu secara menyeluruh dan lengkap, yang tentu saja bertolak dari data-data yang berhasil diperoleh dan ditemukan selama dilangsungkannya penelitan.


Baca juga: Perbedaan Novela, Novel dan Novelet


Demikianlah artikel tentang sejarah novel Indonesia dan perkembangannya dari masa ke masa. Semoga bermanfaat. Sekian dan terima kasih.

0 comments